Rabu, 21 Januari 2009

Rotary Club is Jews (Zionist) Organization

Rotary adalah sebuah organisasi mantel Free Masonry yang sepenuhnya dikendalikan Yahudi internasional. Organisasi ini lebih populer dengan sebutan Rotary Club, dari kata-kata in rotation, sebuah ungkapan yang dibarengi dengan pertemuan-pertemuan utama bagi para anggota club yang dilaksanakan di kantor-kantor mereka secara bergilir.Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Paul Harris, seorang tokoh advokat, pertama kali mendirikan Rotary Club di Chicago pada tahun 1905. Tiga tahun kemudian, Shirley Barry bergabung ke dalam club ini dan memperluas gerakannya dengan cepat. Ia kemudian menjadi sekretaris club dan kemudian mengundurkan diri dari club ini pada tahun 1942. Paul Haris meninggal tahun 1947 setelah gerakannya berkembang ke 80 negara dan mempunyai 6800 club serta 327.000 anggota.

Pusat gerakan ini kemudian pindah ke Dublin, Irlandia pada tahun 1911 atas jasa seorang aktivis yang bernama Mr. Moore. Ia pernah mempersoalkan komisi dari setiap anggota baru organisasi ini yang tersebar di Inggris.

Pada tahun 1921 Rotary Club berdiri di Madrid, tetapi kemudian dibekukan dan dilarang melakukan aktivitas di seluruh Spanyol.

Pada tahun 1921 Rotary Club berdiri di Palestina. Ketika itu negara masih menjadi impian zionis. Ia merupakan salah satu cabang Rotary yang paling lama berdiri di kawasan negara-negara Arab. Tahun 30-an berdiri cabang-cabang Rotary di Aljazair dan Maroko di bawah perlindungan penjajahan Prancis. Di Tripoli Barat terdapat cabang Rotary. Anggota Dewan administrasinya antara lain John Robinson dan Von Krieg.

Jacob Barzef adalah ketua Rotary Club Israel pada tahun 1974. Pada tanggal 14 Maret 1973 ia bertolak menuju ke kota Taormina di Sisilia untuk menghadiri sebuah konferensi yang diselenggarakan Rotary Club Italia. Dalam konferensi itu, ia menyatakan akan terjadinya sebuah konferensi Arab-Israel. Sebab, di dalam konferensi itu telah hadir delegasi berbagai negara Arab dan delegasi Israel.

Pembicara pertama dalam konferensi itu ialah Mukhtar Aziz, utusan Rotary Club Tunisia. Kemudian, disusul dengan utusan Israel, Jacob Barzef, seorang Yahudi militan.

Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Agama tidak dijadikan standar dalam pemilihan anggota atau dalam hubungan sesama anggota; juga tidak dipermasalahkan tentang kewarganegaraan seseorang.

Rotary Club mencekoki anggotanya agar mengikuti agama yang diakui atas dasar persamaan sesuai urutan abjad, seperti Budha, Islam, Yahudi, Masehi, dan seterusnya. Dalam urutan terakhir tersebut, Taoisme, sebuah keyakinan orang-orang Tiong Hoa yang muncul pada abad ke-6 SM, meyakini bahwa kebahagiaan dapat terpenuhi dengan tercapainya kebutuhan insting manusia dan kemudahan hubungan sosial dan politik sesama manusia.

Menurut mereka, amal kebaikan harus dilaksanakan karena menunggu balasan materi atau nonmateri. Ini jelas bertentangan dengan konsep agama yang mengaitkan pekerjaan suka rela dengan pahala berlipat ganda di sisi Allah.

Mereka mengadakan pertemuan mingguan. Setiap anggota harus hadir 60% dalam setahun. Keanggotaan tidak terbuka untuk semua orang. Orang yang berminat menjadi anggota harus menunggu undangan club untuk bergabung dengannya sesuai dengan prinsip selektivitas. Klasifikasi keanggotaan didasarkan pada pekerjaan pokok yang mencakup 77 macam jenis pekerjaan. Para pekerja (buruh) tidak dibenarkan menjadi anggota. Club hanya memilih orang yang memiliki status sosial tinggi. Tingkat usia anggota sangat diperhatikan. Mereka bekerja menghidupkan organisasi dengan cara merekrut kaum laki-laki berusia produktif.

Dalam setiap club, harus ada seorang wakil dari setiap profesi. Aturan ini sering dijadikan kesempatan untuk mengangkat anggota yang disukai dan menyingkirkan yang tidak disukai. Dalam Dewan Administrasi Club, harus ada satu atau dua orang ketua club lama sebagai pewaris langsung rahasia Rotary sejak Paul Harris.

Charles Marden yang pernah menjadi anggota Rotary selama tiga tahun, telah melakukan studi terhadap organisasi ini. Kemudian, ia mengemukakan beberapa data berikut. Setiap 421 orang anggota Rotary Club, 159 orang di antaranya mempunyai keterikatan kuat dengan Freemasonry. Loyalitas mereka terhadap Freemasonry melebihi clubnya. Dalam beberapa hal keanggotaan Rotary hanya terbatas untuk orang-orang Freemasonry, seperti di Edinburgh Inggris pada tahun 1921.

Dalam sebuah perkumpulan yang disebut Nan’s di Perancis disebutkan, “Jika orang-orang Freemasonry membentuk organisasi yang bekerja sama dengan golongan lain, urusan organisasi tidak boleh berada di tangan orang lain. Personil organisasinya harus dipegang orang-orang Freemasonry dan harus berjalan sesuai dengan prinsip Freemasonry.”

Ketika Freemasonry mengalami penyusutan, justru Rotary mendapat dukungan sangat besar dan aktivitasnya semakin kuat. Hal ini karena orang-orang Freemasonry mengalihkan segala aktifitasnya kepada club Rotary sampai tekanan-tekanan terhadap mereka hilang dan kondisinya kembali seperti semula.

Rotary didirikan 1905, yaitu tahun-tahun menjelang aktifnya Freemasonry di Amerika. Di antara programnya ialah diselenggarakan kunjungan antar club. Di beberapa kota dibentuk Dewan Pimpinan Club sebagai koordinator antarclub. Untuk menjadi anggota atau simpatisan Rotary maupun Freemasonry, seseorang harus menunggu panggilan dari pengurus club.

Ada beberapa club yang ide dan caranya sangat mirip Rotary, yaitu Lions, Kiwany, Exchange, The Round Table, Pulpen, dan B’Nai B’Rith. Bentuk dan aktivitas club-club ini hampir sama dengan Rotary, begitu juga tujuannya. Kendati dalam beberapa hal terdapat perbedaan, tetapi hal itu hanyalah untuk memperbanyak cara penyebaran ide dan penyedotan pendukung.

Akar Pemikiran dan Sifat Idiologinya
Dalam soal agama dan tanah air serta keteguhannya memegang prinsip selektivitas, Rotary Club mempunyai persamaan besar dengan Freemasonry. Keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang nilai dan semangat yang membentuk jiwa seseorang, seperti ide egaliti, fraterniti, semangat humanisme, dan kerjasama internasional. Ini adalah semangat yang sangat berbahaya yang diarahkan untuk mengikis karakteristik bangsa-bangsa dan menguburkan segala bentuk loyalitas, sehingga pribadi-pribadi akan kehilangan identitas dan harga diri serta hidup dalam kebimbangan. Akibatnya, tak ada lagi kekuatan yang dominan, kecuali orang-orang Yahudi yang terus-menerus berambisi mendominasi dunia.

Rotary dan club-club yang sejenis dengannya bekerja aktif sesuai rencana Yahudi di bawah naungan dominasi Freemasonry serta orang-orang yang berperan aktif dalam Yahudi internasional, baik secara teoretis maupun secara praktis. Organisasi ini sepenuhnya untuk kepentingan Yahudi.

Dalam kepemimpinan, antara Rotary dan Freemasonry tidak sama. Ketua dan pimpinan Freemasonry tetap misterius. Sebaliknya, mungkin saja Rotary dapat ditelusuri asal-usulnya, baik pendiri maupun para terasnya. Untuk mendirikan cabang Rotary (di mana saja) tidak boleh sembarangan, kecuali dengan pengukuhan dari pucuk pimpinan internasional dan di bawah pengawasan kantor lama.

Dalam rangka kemudahan hubungan dengan berbagai sekte dan golongan, Rotary berpura-pura membatasi aktivitasnya dalam masalah-masalah sosial dan kultural demi kemanusiaan. Cara pencapaian sasarannya melalui pertemuan-pertemuan berkala, seminar, ceramah yang mengarah pada upaya mendekatkan antaragama dan menghapus segala perbedaan keagamaan. Ini mirip dengan ceramahnya para pendudung teologi inklusive, seperti yang digemar-gemborkan kelompok jaringan Islam Liberal.

Motivasi Rotary yang sebenarnya ialah membaurkan orang-orang Yahudi dengan bangsa lain dengan mengatasnamakan kasih dan persaudaraan. Melalui jalan ini mereka mampu mengumpulkan berbagai maklumat yang dapat membantu mereka dalam membantu tujuan mereka yang bersifat ekonomis dan politis, juga membantu mereka dalam menyebarkan tradisi tertentu yang akan memastikan timbulnya kemerosotan (degenerate) sosial. Ini dapat kita lihat melalui persyaratan keanggotaan yang hanya diberikan kepada orang-orang penting dan menonjol di masyarakat.

Tempat Tersiar dan Kawasan Pengaruhnya
Pertama kali Rotary tumbuh di Amerika pada tahun 1905, kemudian pindah ke menyebar ke beberapa negara Eropa lainnya. Dari benua itu, club ini kemudian menyebar dan memiliki cabangnya di hampir seluruh dunia.

Ia mempunyai cabang di Israel dan negara-negara Arab: Mesir, Yordania, Tunisia, Aljazair, Libiya, Maroko, dan Libanon. Beirut adalah pusat perkumpulan tersebut di Timur Tengah.

Referensi:

1. Lembaga Kajian dan Penelitian WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran; Akar Idiologis dan Penyebarannya.
2. Dr. Nashir Al-Qifari & Dr. Nashir Al-‘Aql, Al-Mausu’ah fil Adyan wal Madzahib Al-Mu’ashirah.

LINK ROTARY INDONESIA

1. http://www.rotaryd3400.org/
2. http://www.rotary.or.id/
3. http://www.flickr.com/photos/82354196@N00/
4. http://rotarybali.org/
5. www.rotaryubud.org
6. www.rcjakartagambir.org
7. www.rotary.org
8. http://www.rotary-club-jakarta-menteng.org/
9. http://www.rotary-club-prapatan.org/rotary.htm

MEMAHAMI MAKNA "AL-HAKIMIYAH" DALAM AL-QUR'AN

Artinya : "Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang yang kafir (QS. Al Maidah : 44 )

Asbabun Nuzul :
Mufassirun berbeda pendapat di dalam menentukan sebab dan kepada siapa diturunkan ayat di atas, perbedaan itu mungkin bisa disebutkan secara global di antaranya:
1. Ayat tersebut diturunkan kepada Ahlul Kitab dari Yahudi dan Nasroni.
2. Ayat 44 (fa ulaaika humul kaafirun) diturunkan kepada Muslimin, ayat 45 (fa ulaaika humudz dzoolimun) diturunkan kepada Yahudi, sedangkan ayat 46 (fa ulaaika humul faasiqun) diturunkan kepada orang - orang Nasroni.
3. Ayat tersebut diturunkan kepada orang orang kafir secara umum
4. Ayat tersebut diturunkan kepada orang - orang muslimin.

Keterangan :
Ayat di atas merupakan isyarat bagi kaum muslimin secara umum, untuk selalu berpegang teguh dengan apa yang diturunkan Allah (Al Qur'an dan As Sunah ), sekaligus merupakan ancaman yang serius terhadap usaha - usaha untuk meninggalkan atau mengesampingkan hukum Allah di dalam memutuskan perkara - perkara yang terjadi di dalam masyarakat.

Adalah sesuatu yang janggal, kalau seorang muslim yang sudah mengikrarkan "syahadatain" dan mengakui bahwa kekuasaan mutlak hanya milik Allah saja, akan tetapi manakala ia diajak untuk berhukum dengan hukum Allah di dalam memutuskan perkara - perkara yang terjadi, tiba - tiba ia berpaling. Tampaknya ada sesuatu yang mengganjal di dalam dirinya, ketika mengikrarkaan syahadatain.

Para ulama telah menyimpulkan ayat di atas bahwa " berhukum dengan apa yang yang diturunkan Allah di dalam memutuskan seluruh perkara adalah wajib ". Ancaman keras bagi yang meninggalkannya, bahkan bisa mengeluarkan seseorang dari ikatan Islam.

I. Kata (man ) yang berma'na : "barang siapa" adalah lafadz umum, yang tidak boleh dikhususkan kecuali dengan dalil. Walaupun sebagian ulama' mengatakan bahwa ayat itu diturunkan kepada Yahudi ( Ahli Kitab ), akan tetapi mereka memasukkan semua orang yang berbuat seperti perbuatan mereka dalam satu hukum, karena" Al Ibroh menurut keumuman lafadz bukan menurut kekhususan dari sebab turunnya ayat ".

Hal itu terlihat jelas dari perkataan mereka sendiri, di antaranya:
1. Hasan Basri, beliau mengatakan : " Ayat ini diturunkan kepada Ahli Kitab, akan tetapi menjadi kewajiban kita ( kaum muslimin )
2. Diriwayatkan dari Abdur Rozaq dari Sofyan Ats-Tsauri dari Manshur dari Ibrohim, beliau berkata : " Ayat ini diturunkan kepada Bani Isroil, akan tetapi Allah memperlakukan ini kepada umat Islam ".
3. Hal ini juga dikuatkan oleh Jamaluddin Al-Qosimi di dalam tafsirnya, Mahasin At Ta'wil, beliau menulis : "Ismail Al Qodhy di dalam Ahkamul Qur'an mengatakan : "Ayat di atas menunjukkan bahwa barang siapa yang mengerjakan seperti apa yang mereka kerjakan (orang-orang Yahudi), dan membuat suatu hukum yang bertentangan dengan hukum Allah serta menjadikannya sebagai ajaran yang resmi, maka niscaya akan terkena ancaman tersebut ( dicap sebagai orang kafir ), baik itu sebagai sosok pemimpin atau bukan ".
4. Syeikh Siddiq Khan, didalam Fathul Mubin ju ga menyebutkan hal yang sama, beliau menulis:
"Ayat ini walaupun diturunkan kepada orang Yahudi, akan tetapi tidak dikhususkan kepada mereka saja, karena yang dijadikan i'tibar adalah keumuman lafadz bukan kekhususan sebab, kata (man) di sini adalah syarat yang mengandung keumuman. Maka ayat ini mencakup seluruh orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, yaitu Al Qur'an dan As Sunnah ".
5. Di dalam tafsirnya, Al-Qurtubi juga menjelaskan ayat ini dengan menukil perkataan Ibnu Mas'ud, yang berbunyi : " Ayat ini mencakup seluruh orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, baik itu dari kaum Muslimin, Yahudi maupun Nasroni ".

Pendapat para Mufassirin tersebut, dikuatkan dengan adanya dalil-dalil lainnya diantaranya :
1. Bahwa Al Quran diturunkan kepada kaum Muslimien sebagai petunjuk di dalam mengarungi kehidupan ini, adalah suatu yang tidak logis kalau ada ayat di dalam Al Quran yang ditujukan kepada umat lain kemudian tidak bisa diambil pelajarannya oleh umat Islam.
2. Penadapat yang mengatakan bahwa ayat tersebut hanya berlaku bagi orang-orang Yahudi secara tidak langsung menuduh kaum Muslimien hanya ingin mencari enaknya sendiri, mangatakan apa yang tidak pernah dilakukan, sebagaimana firman Allah Swt :
Artinya : " Mengapa kamu suruh orang lain ( mengerjakan ) kebaikan, sedang kamu melupakan diri ( kewajiban )mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab, maka tidakkah kamu berpikir ? ". ( Q.S. Al Baqoroh : 44 )
3. Pendapat semacam itu juga akan mengakibatkan tidak berfungsinya banyak ayat - ayat di dalam Al Qur'an, karena kebanyakan ayat tersebut menceritakan tentang ummat terdahulu.

Dengan demikian menjadi jelaslah, bahwa pendapat yang mengatakan ayat itu hanya diturunkan kepada orang - orang Yahudi dan tidak berlaku bagi orang - orang Islam, adalah pendapat yang lemah dan bertentangan dengan dalil - dalil Naql atau pun Aql.

II. Kata (lam yahkum) yang berarti : " tidak menghukumi " merupakan ungkapan yang sangat tepat dan jeli, karena ungkapan tersebut mencakup segala bentuk putusan yang bersumber kepada hukum Allah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Aziz bin Hamid di dalam bukunya " Adhwa' ala Ruknun Tauhid ".
Dengan demikian ungkapan tersebut mencakup para hakim yang memutuskan perkara tertentu dengan hawa nafsunya, walaupun mereka secara resmi di bawah Undang - Undang Negara Islam yang menerapkan Syare'at Islam di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kalau seandainya ayat itu berbunyi (wa man yahkum bi ghoiri ma anzalallahu) tentunya, hakim semacam itu tidak akan terkena ancaman dalam ayat ini.

Dari situ kata (lam yahkum) mencakup :
1. Hakim yang memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, akan tetapi di dalam beberapa perkara dia menghukumi dengan hawa nafsu, tanpa mengingkari dan mengganti hukum Allah. Hakim seperti ini, dikategorikan Fasiq atau ( Kafir Kecil ) yang tidak mengeluarkannya dari daerah ke Islaman. Memang perbuatan semacam itu termasuk dosa besar, akan tetapi dosa besar semacam ini bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak dikatagorikan dosa yang mengeluarkan seseorang dari keIslamannya. Inilah yang dimaksud Ibnu Abbas dan beberapa Mufassirun lainnya dengan perkataan mereka (kufrun duna kufrin)
2. Hakim yang memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Allah dan tidak meyakini kewajiban untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah.
Hakim semacam ini jelas telah batal keIslamannya, karena dia telah menghalalkan sesuatu yang haram, walau dia tidak sampai pada taraf merubah atau membuat Undang - Undang baru. Hal itu, seperti orang yang tak meyakini kewajiban Sholat, Zakat atau Haji. Pendapat semacam ini, dikuatkan oleh fatwa para ulama, di antaranya :
- Ibnu Taimiyah, di dalam Majmu' Tauhid, beliau menyebutkan : " ...tidak diragukan lagi bahwa barang siapa tidak meyakini kewajiban berhukum dengan apa yang jelas diturunkan Allah atas Rasul-Nya maka dia telah kafir ".
.- Ibnu Abdul Izz, di dalam Syarh Aqidah Thohawiyah, beliau menuliskan : " Sesungguhnya barang siapa meyakini bahwa berhukum dengan apa yang diturunkan Allah tidak wajib, dan bebas di dalamnya atau meremehkannya, sedangkan dia tahu bahwa itu adalah hukum Allah maka dia telah kafir ".
- Ibnu Qoyyim, didalam Madarijus Salikin, menyebutkan : " ...sesungguhnya barang siapa berkeyakinan bahwa hukum Allah tidak wajib diterapkan, maka dia telah kafir " .
3.Hakim yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah dan menggantinya dengan undang - undang buatan manusia. Hakim seperti ini, adalah kafir sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Di antara mereka itu ialah :
1. Syeikh Muhammad Sholeh Al Utsaimin, anggota ulama senior di Saudi Arabia. Di dalam bukunya Fatawa Al Aqidah, beliau menjelaskan permasalahan ini :
" Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah karena meremehkannya atau menganggap bahwa selainnya lebih baik dan lebih bermanfaat bagi makhluq, maka dia telah kafir, keluar dari agama Islam, termasuk didalamnya para hakim yang meletakkan undang - undang buatan manusia yang bertentangan dengan Syari'at Islamiyah dan menjadikannya sebagai manhaj yang harus dipatuhi manusia.

Hal itu tidak dikarenakan kecuali karena mereka berkeyakinan bahwa undang - undang yang mereka buat lebih baik dan lebih bermanfaat bagi manusia dari Syari'at Islamiyah. Ini sesuai dengan fitroh manusia, karena seseorang tidak akan pindah dari satu manhaj ke manhaj lain yang bertentangan, kecuali dia berkeyakinan bahwa manhaj yang ia pilih lebih baik dari manhaj yang ia tinggalkan ".
2. Pendapat itu dikuatkan oleh Syeikh Ahmad Syakir, didalam Umdah Tafsir beliau menyebutkan :
" Sesungguhnya hukum membuat undang - undang ( buatan manusia ), sangatlah jelas seperti matahari di siang bolong, yaitu kafir, keluar dari Islam.

Dan tidak ada udzur bagi siapa saja yang mengaku dirinya Islam, kemudian mengerjakan atau tunduk serta merestuinya, maka dia telah terkena hukum ini. Maka hendaknya setiap orang berhati - hati menjaga dirinya.

(Bersambung edisi mendatang.)

Referensi :
1. Ibnu Katsir, tafsir Qur'an Al Adhim.
2. Jamaluddin Al Qosimi, tafsir Mahasin At Ta'wil
3. Qurthuby, Jami' Ahkamul Qur'an
4. Siddiq khan, Fathul Mubin
5. Abdul Aziz Hamid, Adhwa' ala Ruknun Tauhid
6. M. Said Al Qohthoni, Al Wala' wal Baro'
7. Ibnu Taimiyah, Majmu' Tauhid.
8. Ibnu Abdul Izz, Syarh Aqidah Thohawiyah.
9. Ibnu Qoyyim, Madarijus Salikin.
10. Muh. Sholeh Utsaimin, Fatawa Aqidah.
11. Ahmad Syakir, Umdatut Tafsir.

sumber:
http://www.geocities.com/almitsaq/edisi3/tafsir.html